Rabu, 24 Juni 2015

Tentang Batasan Interaksi



Bismillaahirrahmaanirrahiim

Semoga tak ada niat-niat lain selain niat untuk berbagi ilmu, berbagi kisah yang dapat mendekatkan diri kita pada Allaah sekaligus menegur kita yang sering bercimpung pada aktivitas keislaman. Ini sebuah kisah yang sungguh menakjubkan bagi saya, yang bisa mengajarkan kita tentang kesantunan, tentang interaksi yang sudah sangat jarang kita temui, kita amalkan dalam aktivitas kita.
Sebelum saya ngoceh  terlalu jauh, yuuk baca dulu, sebuah kisah dibawah ini yang saya kutip dari buku Salim A Fillah, Nikmatnya Pacaran setelah Pernikahan (Hal 69-71).. begini beliau tuturkan

Mari kita dengarkan bagaimana Ummu Salamah berkisah tentang santunnya ‘Utsman bin Thalhah dalam perjalanan mereka di Madinah. Sungguh, hanya  Allaah yang mengawasi mereka sepanjang 400 kilometer itu. Ya, padahal Ummu Salamah adalah salah satu wanita tercantik di Makkah, dan ‘Utsman pun tergolong tampan.
Agaknya ketundukan pandangan Utsman bin Thalhah, kemudian akhlaknya dan kesuciannya ini lah membuat Rasulullaah mencegah ‘Umar membunuhnya saat dia masih musyrik dan menjadi tawanan Badar. Bahkan kemudian, beliau menetapkan hak pemegang kunci Ka’bah padanya dan keturunannya saat penaklukan Mekkah.
Ibnu Ishaq meriwayatkan fragmen ini, dalam penggal kisah hijrah Ummu Salamah. Dan inilah yang dituturkan Ummu Salamah:
... ‘Utsman bin Thalhah bertanya padaku, “Hendak pergi kemana wahai putri Abu ‘Umayyah?”
“Aku hendak menemui suamiku di Madinah.”
“Tidak adakah seseorang yang menyertaimu?”
“Tak seorang pun, kecuali Allah dan anakku ini.”
“Demi Allah tidak selayaknya engkau dibiarkan seperti ini”, katanya. Lalu dia menuntun tali kendali unta dan membawaku berjalan dengan cepat. Demi Allah, aku tidak pernah berpergian dengan seorang laki-laki dari kalangan Arab yang lebih santun dari dirinya.
Jika tiba disuatu tempat persinggahan, dia menderumkan unta, kemudian dia menjauh dan membelakangiku agar aku turun. Apabila aku sudah turun dia menuntun untaku dan mengikatnya di sebuah pohon. Kemudian ia menyingkir dan mencari pohon lain, berteduh di bawahnya sambil tidur telentang. Jika sudah dekat waktunya untuk melanjutkan perjalanan dia mendekat ke arah untaku dan menuntunnya. Sambil agak menjauh lagi dan membelakangiku dia berkata, “Naiklah!”
Jika aku sudah naik dan duduk dengan mapan dalam sekedup, dia mendekat lagi dan menuntun tali kekang unta. Begitulah yang senantiasa ia lakukan hingga ia mengantarku sampai ke Madinah. Setelah melihat perkampungan bani ‘Amr bin ‘Auf di Quba’, dia berkata: “Suamimu ada di kampung itu. Maka masuk lah ke sana dengan barakah Allah.”
Setelah itu ia membalikkan badan dan kembali ke Mekkah.

Begitulah kisah perjalanan Ummu Salamah dalam perjalannya ke Mekkah bersama ‘Utsman bin Thalhah yang Ust Salim sebut sebagai yang mengajarkan kita mengenai akhlak seorang laki-laki sejati, yang dia tak mungkin membiarkan Ummu Salamah dalam perjalan sejauh 400 km yang hanya ada pepasir, bebatuan dan mungkin perampok selama perjalanan tersebut. Ya meski begitu, beliau dapat menempatkan dirinya hanya sebagai pengantar, agar tak ada kejadian buruk yang tidak diinginkan. Tanpa ada interaksi berlebih yang dapat mengotori hati keduanya.

Semoga dapat mengambil hikmahnya yaaa..

Sungguh rasanya malu jika mengingat sudah sangat jauh kita (terutama saya) menjalankan aktivitas ini dengan tidak  mengamalkan ilmu yang sudah kita dapat mengenai gadhul bashar dan batasan interaksi seorang ikhwan-akhwat. Aktivitas yang tujuannya adalah untuk islam, sering kali kita bumbui dengan canda tawa yang berlebihan dalam interaksi syura atau mungkin interaksi pada media sosial (Yuuk Istighfar.. :’( ).

Sering kali hal ini kita anggap wajar dan menjadi biasa hanya karena alasan, tidak semua orang paham dengan hal ini harus dibatasi. Namun itu bukan alasan kawan, sering kali juga kita memperlakukan orang yang sudah paham dan belum paham dengan cara yang sama, terlalu sering bercanda. Hehe :’) karena sudah sepatutnya bagi kawan-kawan yang baru belajar, yang harus dilakukan adalah pembiasaan, bukan pemakluman. Sering kali interaksi berlebih itu dapat mengotori niat-niat kita, Naudzubillaah.. yuuk hindari yang berlebihan, seperlunya saja ^_^

Karena ingatlah, hati ini begitu rentan untuk disinggahi oleh virus yg berwarna merah jambu itu, baik itu laki-laki atau wanita yang kita anggap shaleh/shalehah jika kau intens dalam berinteraksi dengannya, virus itu akan mudah sekali hinggap dengan istilah ke-GR-an. Dari ke-GR-an itu, akan timbul pemikiran-pemikiran aneh tentang dirimu, yang kadang membuat sulit tidur, hingga fatalnya malah jadi membuat ibadah tak khusyu, dan timbul niat yang lain saat dirimu lewat ketika dia sedang melakukan suatu aktivitas. Memang sih ga semuanya berlaku seperti itu, namun itu fitrahnya manusia, begitu rentan hatinya. Maka dari itu, ayo kita sama-sama saling menjaga jika belum bisa bertanggung jawab atas perilaku kita yang menyebabkan hatinya terkotori oleh virus-virus yang kita sebarkan.

Sedikit demi sedikit ayo kita perbaiki akhlak kita, dengan mengamalkan ilmu-ilmu yang sudah kita dapat. Jangan sampai kita pura-pura lupa(bersama) atas apa yang sudah kita ketahui, karena mungkin sudah terlalu ‘menikmati’ interaksi yang berlebihan ini, Naudzubillaah. Hanya Allaah yang Maha Mengetahui isi hati kita. Semoga tak ada niat yang ternoda dalam setiap aktivitas kita. Karena manusia sudah fitrahnya sering khilaf, mari saling mengingatkan dalam kebaikan dan mencegah kemungkaran.

Wallahu ‘alam.

Mohon maaf atas segala kekhilafan dalam tulisan ini, ini betuk introspeksi diri juga yang sudah terlalu sering mencairkan diri, dan mencoba mengajak teman-teman untuk saling mengingatkan, karena akan lebih mudah untuk berubah menjadi pribadi yang lebih baik jika bersama-sama.
#Semoga dapat mengambil hikmahnya
Jazaakumullaah khairan katsiran

Referensi:
A. Fillah, Salim. 2013. Nikmatnya Pacaran Setelah Pernikahan.Yogyakarta: Pro-U Media