Kamis, 23 Juli 2015

Cafe Ruby - Part 1



Criiiiing!!!
“Selamat datang nona, meja untuk berapa orang?” Sambut seorang pelayan lelaki dalam kafe yang dipenuhi oleh mayoritas kaum hawa itu.

“Ngg.. Ngg.. Hmm.. Untuk satu orang.” Ucap gadis itu malu-malu setelah sadar akan lamunan akibat terpesona pada si pelayan yang tampan ga ketulungan.

“Baik, mari saya antar.” Ucap si pelayan dengan sopan sambil mengantar pelanggannya menuju meja yang dibutuhkan. Setelah si nona duduk dengan nyaman, iya tanyakan pesanan dan pamit dengan sopan menuju ke dapur, untuk menyerahkan pesanannya pada para koki.

Dalam kafe itu semua pelanggan dimanjakan dengan suasana kafe yang bernuansa inggris jaman 80an, baik itu dekorasinya, lantunan musik jazz, hidangannya, dan yang paling mendukung adalah para pegawai dan pelayan kafe ini berbusana bagai para buttler bangsawan. Ini lah yang membuat kafe ini begitu populer di kota kembang ini. Sebenarnya bukan hanya itu sih, ada daya tarik sendiri yang lebih menarik dari sekadar suasana dan hidangan yang begitu nikmat, daya tarik itu adalah bahwa para pegawai dan pelayan di kafe itu entah memang disengaja atau tidak adalah bahwa mereka adalah pemuda-pemuda tampan yang mempesona. Alasan itulah yang membuat kafe ini didatangi oleh mayoritas wanita, ntah memang mereka nyaman, atau ada niatan tersembunyi. Haha.

“Sultan! 1 jus strawberry dan 1 porsi spagheti vegetarian untuk meja 5!” teriak Rei dari pintu dapur, sambil menghampiri Sultan sang kepala koki kafe.

“Tomi tanganin pesanan Rei, aku masih mengurus pesanan meja 2.” Ucap sultan pada Tomi, rekan kerjanya di dapur kafe ini.

“Baik Sultan! Duuh kemana sih si Ken? Di saat kafe rame gini dia malah ngilang.” Keluh Tomi, sambil mulai menyiapkan pesanan.

“Sudah jangan banyak mengeluh, mungkin dia sedang ada urusan. Husnudzan aja.” Kata Sultan dengan tenang, meski sebenernya dia pun bertanya-tanya atas ketidakhadiran Ken, disaat sibuk seperti ini.

“Dion, pesanan meja 2 sudah siap!” Teriak sultan sambil melongok dari lubang yang menjadi penghubung dapur dan kasir, untuk informasi pesanan sekaligus menyerahkan pesanan yang sudah siap.

“Oke, Thanks!” ucap Dion tanpa ekspresi sambil ia menyerahkan pesanan tersebut ke meja pelanggan yang dituju, dengan ekspresi yang sama, dingin. Namun dengan wajah tanpan dan ekspresi dingin itu malah membuat dia mempunyai paling banyak penggemar yang anggotanya merupakan para pelanggan wanita kafe itu.

Phaaats..!!! 
Tiba-tiba seluruh ruangn gelap gulita. Teriakan dan suara-suara heran mulai meramaikan suasan dalam ruangan tamu kafe tersebut.

“Hadiri Sekaliaan!! Kami persembahkan penampilan dari The Ritme!!!” ucap seseorang dari balik gelap gulita, dan tiba-tiba menyalalah lampu panggung, memperlihatkan sosok-sosok yang dinamakan The Ritme. Tiga orang diatas panggung dengan memegang gitar, dan microfon. Sedetik kemudian muncul lah teriakan-teriakan heboh dari para tamu kafe.

“Kyaaa.. Keeen”

“Tatsuyaaaaa!!”

“Neooooo”

Mendengar nama Ken diteriakan, otomatis Tomi melongok keluar dapur dan menggrutu jengkel.  “Keeen, dasar kau, di saat seperti ini dia malah ikut perform.”

Ken yang merasa diliatin cuman melambaikan tangan ke arah Tomi sambil nyengir, yang otomatis banyak para tamu keGRan.

“Selamat siang, para pelanggan Kafe Ruby.  Disini kami hendak membawakan sebuah lagu yang semoga dapat menghibur hari anda semua, persembahan sabuah lagu yang dipopulerkan oleh Westlife, More than words selamat menikmati.” Ucap Tatsuya sang vokalis The Ritme.


Saying I love you,
Is not the words,
I want to hear from you,
It's not that I want you,
Not to say but if you only knew,
How easy,
it would be to show me how you feel,

More than words,
is all you have to do,
to make it real,
Then you wouldn't have to say,
that you love me,
Cause I'd already know,

What would you do,
if my heart was torn in two,

More than words to show you feel,
That your love for me is real,
What would you say,
if I took those words away,
Then you couldn't make things new,
Just by saying I love you,

It's more than words,
It's more than what you say,
It's the things you do,
oh yeah,

Now that I've tried to,
talk to you and make you understand,
All you have to do,
is close your eyes,
And just reach out your hands,
and touch me,
Hold me close don't ever let me go,

More than words,
is all I ever needed you to show,
Then you wouldn't have to say,
that you love me,
Cause I'd already know,
Top of Form

Tepuk tangan para tamu menandai selesainya penampilan dari The Ritme, merekapun turun panggung dan digantikan dengan instrumen piano sampai waktu tutup kafe.

“Alhamdulillaah.. akhirnya selesai juga hari inii..” Seru Rei dengan lega, sambil meluruskan kakinya yang dari tadi hilir mudik mengantar pesanan, diatas sofa kafe yang sudah kosong dari 10 menit yang lalu.

“Hari yang benar-benar melelahkan, penuh sekali kafe di hari sabtu dan minggu, malah dihari minggu ini lebih ramai dibanding kemaren. Pesanannya banyak yang sulit tepat waktu, mungkin kita harus mencari koki lain.” Ucap Tomi yang direspon senyuman dari Sultan yang mengerti maksud sindirannya.

“Haha Tomii maafkan aku, aku perlu sedikit latihan karena sudah lama tidak punya kesempatan untuk perform, dan Tatsuya kemarin mengajakku untuk perform, masa aku tolak. Lagi pula setelah perform aku kan langsung membantu kalian di dapur.” Bela Ken sambil memasang muka merasa bersalah dihadapan Tomi.

“Jangan bawa-bawa namaku Ken! Kau sendiri yang menawarkan diri.” Elak Tatsuya, yang disusul oleh tawa yang lain.

“Tsuya! Jangan buka Kartu doong. Haha. Habis kalau di dapur terus aku tak akan eksis seperti Dion dan Neo, yang menduduki peringkat 1 dan 2 terpopuler kafe ini.” Yang disebut menoleh dengan ekspresi datar.

“Ooooh jadi begitu toh Ken, Hmmm.. ada niat terselubung rupanya.” Kata Sultan pura-pura tersinggung, yang disinggung pura-pura mohon ampun lagi.

“Hahaha, ‘Afwan Ustadz, ane cuman bercanda. ‘afwaaan.. Udah ah ane mau pulang duluan tugas ane belum rampung. Duluan yaaa. Assalamu’alaykum!” Kata Ken sambil mengambil tasnya dan langsung pergi sebelum kena amukan masal.

“Dasar Ken, kalau udah gitu kabur aja ya, bantu beres beres dulu napa?!” Keluh Tomi lagi.

“Udah ah, jangan ngeluh terus, hayo cepet beres beres. Biar cepet pulang nih. Hei Rei! Bangun, jangan tidur di sini, bantuin kita-kita dulu!” Intruksi Sultan yang langsung dituruti oleh yang lain.

“Ah iya! ‘afwan ane capek banget berdiri mulu, cuman selonjoran eh malah ketiduran, eh si Ken mana?” Ucap Rei Sambil celingak celinguk mencari Ken.

“Dia udah pulang” Jawab Neo singkat.

“Diih pulang? Apa-apaan dia? Datang paling telat, pulang paling cepet.!” Gerutu Rei sambil mengambil sapu.

“Udah Rei, biarin toh dia udah pergi. Cepet beresin aja, biar cepet pulang. Tugas-tugas ane belum beres nih.” Kali ini Dion yang bersuara untuk membungkam Rei yang kalau ga dari sekarang dihentikan bakalan terus ngoceh.

“Iyaa iyaa, Mr. Cool.” Jawab Rei yang langsung dibalas dengan tatapan mematikan. Haha.


*****

Tepat pukul 17.30 Sultan mengunci  pintu kafe, teman-temannya yang lain sudah pulang satu persatu dari tadi dengan alasan menyelesaikan tugas kuliah dan organisasi mereka.

“Huuuuft..” Sultan menarik napas. Dia tau ada yang salah dengan bisnis mereka ini, meski keuntungan selalu datang berlipat-lipat, hati ini tidak begitu mendapatkan ketenangan yang sebenar-benarnya.

“Hhhh.. mungkin aku perlu berkumpul dengan mereka semua besok.”

Bersambung...
============================================================

baru belajar bikin cerita bersambung, mohon bantuannya ya bila banyak yang harus dikoreksi~ hehe ..