Rabu, 27 September 2017

Secret Admirer

Pengagum rahasia. Aku akui itu adalah identitasku selama aku berseragam putih abu yang hanya aku sendiri yang tahu. Aku hanya seseorang yang berani memandangi punggungnya dari halaman kelasku yang berada di lantai dua, saat ia sedang bermain futsal, atau saat dia melintas bolak balik dari mushala sekolah ke kelasnya, atau saat dia hendak pulang dari kegiatannya di mushala sekolah. Jika kau tanya apakah aku berteman dengannya? Ah, berbicara dengannya langsung saja tidak pernah, bahkan kurasa dia tak pernah menyadari keberadanku. Jika kau tanya lagi, apa yang membuatku kagum? bisa jadi kau tertawa miris karena tidak memahaminya dan mendadak kau akan bertanya lagi kok bisa?
Aku tak mengenalnya secara langsung, tapi aku mengenalnya secara tidak langsung. Dari mana? Dari pembicaran rekan-rekan perempuanku di kelas yang lebih mengenalnya. Bisa dibilang dia bak selebriti sekolah di antara rekan-rekan perempuanku. Mereka setiap harinya selalu “menggunjingkan” kelebihan-kelebihannya. Tentang sosoknya yang gentle man, pintar, bahkan sholeh selalu terdengar olehku dari mereka yang seakan menggambarkan lelaki sempurna. Dan apa efeknya? Opini tentangnya tergambar jelas di memoriku, semakin mereka ceritakan, semakin tumbuh kekagumanku padanya yang bahkan tak pernah aku lihat. Ya konyol memang, dari sana aku tahu bahwa aku adalah tipe orang yang membangun opini terhadap seseorang dalam pikiranku itu dari opini yang orang lain ceritakan.
 Aku tak pernah tahu yang mana dia yang selalu diceritakan oleh rekanku, sampai akhirnya kami berada pada kegiatan yang sama. Saat itu semua peserta diharuskan untuk memperkenalkan diri. Dan pada detik itu setelah lebih dari satu semester aku mengaguminya, aku baru mengetahui siapa dia. Setelah tahu orangnya, justru pada waktu-waktu saat aku berada di sekolah dengan mudah aku ketahui keberadaannya jika dia ada di sekitarku, bahkan terlampau sering. Aah sungguh suatu hal yang menggangu ketenangan hatiku saat itu.
Loh mengapa menggangu? Bukankah senang jika kita dapat melihat orang yang kita kagumi? Bagi remaja kebanyak melihat seseorang yang dikagumi mungkin adalah suatu kebahagiaan, tapi tidak denganku saat itu yang sudah mengetahui untuk tidak pantas menuruti hawa nafsu untuk memandangnya. Aku sadar, rasa kagum yang muncul itu adalah ujian yang wajib dikelola agar tak menjadikan rasa tersebut sumber kemaksiatan.
Tapi aku pun sadar, rasa itu juga adalah rahmat yang Rabb kita berikan untuk pembelajaran hambaNya. Aku bersyukur disamping Allaah berikan ujian rasa, Allaah berikan juga aku lingkungan yang menuntunku belajar mengelola rasa itu agar tidak menjadi penyebab menuruti hawa nafsu, dan menjadi sarana belajar menjaga pandangan sebagai ketaatan kepadaNya. Ya meski namanya manusia tetap ada masa-masa ketika kita tak bisa mengendalikan hawa nafsu kita seperti apa yang sudah aku ceritakan di awal, haha.
Ya begitulah manusia, setiap momen jika kita bijak dan bisa mengambil hikmah dibaliknya, tak akan menjadi sia-sia atau terus menerus melakukan maksiat. aku hanya selalu ingat saat ada keinginan memandangnya kembali, mentorku memberi nasihat, “Kinan, jika kau terpikir untuk menunjukkan rasa kagummu pada seseorang ingatlah bahwa mengamankan diri dari fitnah jauh lebih mulia daripada menunjukkan hasrat meskipun itu adalah fitrah.”
Lalu bagaimana dengan akhir kisah kekagumanku itu? Hmmm.. kita tak pernah tahu skenario indah yang Allaah persiapkan untuk kita di masa depan nanti, maka berhusnudzanlah, dan simpan semua harapan hanya padaNya. Jangan pernah kau titipkan harapan pada makhlukNya, maka kau tak akan merasakan kekecewaan J

Bumi Allaah, 12 September 2017

cerita ini diikutsertakan dalam writng competition pre-evet kajian kelompok pelajar religi bandung pada bulan september 2017.
cerita ini semi fiksi, jika ada kesamaan karakter atau cerita  hal tersebut tidak disengaja oleh penulis :) jadi tolong jangan kebawa baper ya wkwk *peace ^^v
semoga dapat mengambil hikmahnya :)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar